Perkembangan Pelayaran pada Masa Hindu-Buddha dan Islam
Apabila kita berkunjung di Candi Borobudur, maka kita akan melihat banyak relief kapal yang terukir di dinding candi. Pada dinding candi Borobudur sekira terdapat sepuluh relief yang mengambarkan tentang kegiatan pelayaran kuno. Berdasarkan gambar pada relief tersebut, maka para ahli kemudian membagi kapal/perahu kuno menjadi 3 macam, yakni:
1. Perahu lesung
2. Perahu bercadik
3. Perahu tidak bercadik
Apakah bukti penggunaan kapal dalam kegiatan pelayaran hanya ditemukan pada relief candi borobudur? Tidak! Selain relief Candi Borobudur, bukti penggunaan kapal sebagai alat transportasi dapat ditemuka dalam Prasasti Kedukan Bukit peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut, diterangkan bahwa Raja Dapunta Hyang menggunakan dua ratus kapal untuk mengangkut prajurit menuju Minangatamwan. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kapal merupakan alat transportasi utama Kerajaaan Sriwijaya. Menurut Pierre Yves Manguin, Sriwijaya telah menggunakan kapal-kapal besar dalamjalur perdagangan di Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Dalam kronik Cina dijelaskan bahwa Sriwijaya telah memiliki kapal dagang berbobot 250 – 1000 ton dan panjang 60 meter. Kapal ini diperkirakan mampu mengangkut penumpang hingga seribu orang.
Kapal Galleon |
Apabila kita berkunjung di Candi Borobudur, maka kita akan melihat banyak relief kapal yang terukir di dinding candi. Pada dinding candi Borobudur sekira terdapat sepuluh relief yang mengambarkan tentang kegiatan pelayaran kuno. Berdasarkan gambar pada relief tersebut, maka para ahli kemudian membagi kapal/perahu kuno menjadi 3 macam, yakni:
1. Perahu lesung
2. Perahu bercadik
3. Perahu tidak bercadik
Apakah bukti penggunaan kapal dalam kegiatan pelayaran hanya ditemukan pada relief candi borobudur? Tidak! Selain relief Candi Borobudur, bukti penggunaan kapal sebagai alat transportasi dapat ditemuka dalam Prasasti Kedukan Bukit peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut, diterangkan bahwa Raja Dapunta Hyang menggunakan dua ratus kapal untuk mengangkut prajurit menuju Minangatamwan. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kapal merupakan alat transportasi utama Kerajaaan Sriwijaya. Menurut Pierre Yves Manguin, Sriwijaya telah menggunakan kapal-kapal besar dalamjalur perdagangan di Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Dalam kronik Cina dijelaskan bahwa Sriwijaya telah memiliki kapal dagang berbobot 250 – 1000 ton dan panjang 60 meter. Kapal ini diperkirakan mampu mengangkut penumpang hingga seribu orang.
Jung
Kapal-kapal besar terbuat dari jalinan kayu disebut jung. Kapal-kapal jenis jung menguasai Indonesia pada abad VII – VIV Masehi. Jung dibuat di sepanjang pantau Jawa dan pantai selatan Kalimantan dengan menggunakan bahan kayu jati dan kayu besi. Ukuran jung sangat besar, bahkan lebih besar dari kapal Eropa. Pada akhir abad XVI Masehi, bangsa Portugis di perairan Indonesia terkejut ketika menjumpai kapal-kapal dengan tonase yang jauh lebih besar dibandingkan kapal mereka. Jung Melayu dan jung Jawa sering mengangkut barang-barang dagangan seberat 350-500 ton dengan beberapa ratus orang, termasuk awak dan beberapa pedagang kecil. Barang dagangan diletakkan di bawah dek kapal dalam petak-petak khusus yang disekat oleh dinding dari anyaman bambu.
Keberadaan jung menandakan bahwa perkembangan pelayaran dan perdagangan jarak jauh telah dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Menurut penjelajah Portugis, Diego de Couto, orang Jawa lebih dahulu berlayar di Tanjung Harapan dan Madagaskar di Afrika bagian selatan. Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan pada awal abad XVI Masehi berkulit cokelat seperti orang Jawa.
Pada pertengahan abad XVI Masehi jung-jung besar dari Melayu dan Jawa mulai mengj=hilang karena perkembangan kondisi ekonomi dan politik. Menghilangnya jung menandakan kemunduran perdagangan jarak jauh Bangsa Indonesia. Selanjutnya, peran perdagangan maritim jarak jauh di Indonesia diambil alih oleh pedagang dari Gujarat dan Cina. Akan tetapi, negara-negara pelabuhan (Aceh, Banten, dan Johor) memperoleh peningktan diri untuk bberperang di laut. Pada akhir abad XVI negeri-negeri tersebut membangun armada perang yang mengesankandengan persenjataan lebih baik. Di antara negara-negara pelabuhan di Indonesia, Aceh merupakan negeri yang menonjol karena berhasil membangun angkatan laut lebih kuat. Armada perangnya mampu menyerang Portugis yang berkuasa di Malaka.
Keberadaan jung menandakan bahwa perkembangan pelayaran dan perdagangan jarak jauh telah dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Menurut penjelajah Portugis, Diego de Couto, orang Jawa lebih dahulu berlayar di Tanjung Harapan dan Madagaskar di Afrika bagian selatan. Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan pada awal abad XVI Masehi berkulit cokelat seperti orang Jawa.
Pada pertengahan abad XVI Masehi jung-jung besar dari Melayu dan Jawa mulai mengj=hilang karena perkembangan kondisi ekonomi dan politik. Menghilangnya jung menandakan kemunduran perdagangan jarak jauh Bangsa Indonesia. Selanjutnya, peran perdagangan maritim jarak jauh di Indonesia diambil alih oleh pedagang dari Gujarat dan Cina. Akan tetapi, negara-negara pelabuhan (Aceh, Banten, dan Johor) memperoleh peningktan diri untuk bberperang di laut. Pada akhir abad XVI negeri-negeri tersebut membangun armada perang yang mengesankandengan persenjataan lebih baik. Di antara negara-negara pelabuhan di Indonesia, Aceh merupakan negeri yang menonjol karena berhasil membangun angkatan laut lebih kuat. Armada perangnya mampu menyerang Portugis yang berkuasa di Malaka.
Galleon
Armada Aceh mampu mengirim armada perang terdiri atas 300 kapal panjang berbagai jenis dan 50 kapal besar galleon. Galleon adalah kapal perang besar dengan dek bertingkat-tingkat dan dilengkapi dengan meriam. Galleon dibuat berdasarkan standar Laut Tengah yang dipelajari dari kapal Portugis dan pembuat kapal dari Turki. Kapal ini dibuat tahan guncangan saat menembakkan meriam. Galleon terbesar pernah dibuat Aceh pada tahun 1620-an oleh Sultan Iskandar Muda. Kapal ini berukuran panjang 100 meter, mempunyai 3 tiang, dan dapat menampung 700 awak. Armada perang ini mendukung kebijakan ekspansi Sultan Iskandar Muda dalam usahanya menguasai perdagangan lada di Selat Malaka.